Wednesday, May 24, 2017

Eksplor Baduy Dalam

Kepingin trekking yang ga terlalu jauh dan ga perlu ambil cuti dari kantor? Nah, di pedalaman Banten terdapat desa Kanekes yang lebih dikenal dengan nama suku Baduy yang menjadi daya tarik wisatawan untuk mengenal salah satu budaya di Indonesia.

Kami ber-10 (Mba Hasnah, Mba Lisa, Bang Ijul, Mba Netty, Cleine (Netty's daugther), Noni, Mas Yani, Desi, Mr.Q n gw) ikut Open Tripnya Sabila Adventure untuk perjalanan kali ini. Meeting Pointnya ada di Stasiun Tanah Abang, di sini kami bertemu dengan peserta lain yang juga bergabung dengan Sabila Adventure. 

Mepo @Stasiun Tanah Abang


Suasana dalam Commuter 

Setelah kurleb 2 jam, sampailah kami di Stasiun Rangkasbitung. Di sini kami diberi waktu untuk membeli makan siang karena desa yang kami tuju tidak ada penjual makanan.


Sampe di Stasiun Rangkasbitung

Di stasiun Rangkas ini, rombongan dipecah menjadi 2, rombongan pertama akan melewati jalur Ciboleger, sedangkan rombongan ke-2 akan melewati jalur Cijahe. Bedanya adalah kalo lewat Ciboleger, akan jalan kaki selama 4-5 jam untuk mencapai Baduy Dalam, sedangkan kalo via Cijahe hanya sekitar 1.5-2 jam saja. Ayoo tebak, kami pilih jalur yang mana... heheee... 😆

Pk.11.00 kami naik Elf dari Stasiun Rangkasbitung menuju ke Cijahe... hahaa... (iyaa.. kami via Cijahe aja.. 😌). Itu yang namanya panas, bener2 sampe ke ubun2... dan ternyata, Elf nya pun pake AC alam... habislah badan kuyup keringet... 😫


Hot Elf

Tapi kami hrs tetap bersyukur, karena ada penumpang lain yang ikut dan sudah tidak ada kursi lagi, mereka harus duduk di atas kap mobil. woww... selain panas, nyawa taruhannya itu... seremmm...

Pk.13.15 tibalah kami di Desa Cijahe. Begitu turun Elf, kami sudah "disambut" dengan deretan para suku Baduy yang siap menjajakan tenaga mereka sebagai tukang angkut barang (porter). 
Ada banyak anak kecil di sini, pada ngapain ya? astagaa... ternyata mereka juga jadi porter loh... ckckkkk.... kasihan lihatnya, cuma memang sepertinya itu salah satu kegiatan mereka dalam mencari nafkah. Tenaga mereka juga luar biasa... kecil-kecil cabe rawit...💪💪
Ciri khas warga Baduy Dalam adalah mereka menggunakan ikat kepala berwarna putih, sedangkan bila mereka memakai ikat kepala berwarna hitam/biru, tandanya mereka adalah masyarakat Baduy Luar.

Bersama suku Baduy Dalam

Setelah beres2 dan sholat bagi teman2 yang muslim, maka menandai perjalanan kami memasuki Baduy Dalam adalah dimulai dengan.... foto bersama... hahaa...


Foto bersama, 13 orang via jalur Cijahe

Hari makin siang... sudah pk.14.15 WIB.. so... lets moveee...💨💨

Perjalanan dari Cijahe ke Baduy Dalam (Kampung Cibeo) tidak akan melewati kampung Baduy Luar, jadi spot untuk foto2nya juga ga akan banyak. 

Ucapan Selamat Datang di Kawasan Wisata Baduy


Panasnya poll...

Jembatan pembatas area Baduy Dalam

Mba Hasnah, senior di PPAL Wanachala, usia 56 th yang masih oke banget staminanya

Nah, jembatan ini menjadi titik terakhir kami bisa bernasis ria.. karena setelah masuk area Baduy Dalam sudah tidak diperbolehkan menggunakan peralatan elektronik. Selain itu, untuk membersihkan diripun tidak diperkenankan  menggunakan bahan kimia seperti sabun atau shampoo... semua harus yang berasal dari alam.. woww... kerenn yaa..

Total waktu yang dibutuhkan untuk mencapai Desa Cibeo dari Cijahe adalah sekitar 1.5 jam.. tapi teman kami, bang Ijul, bisa sampai Cibeo cukup dengan waktu tempuh 50 menit saja... padahal usianya udh 56 tahun juga loh... hahaa... mantap yaa...💨💪

Seharusnya kami juga ga perlu kawatir akan kekurangan air minum, karena ada beberapa rumah penduduk Baduy Dalam yang menjual minuman dan aneka snack. Selain itu, merekapun menjual berbagai macam dagangan, seperti souvenir gantungan kunci, gelang dari anyaman bambu, kain bahkan madu. Kain dengan ukuran cukup besar dijual dengan harga Rp140.000,-/lembar, sedangkan madu seharga Rp60.000,-/botol.

Selama di perkampungan Cibeo, aktivitas kami cukup terbatas, karena tidak ada listrik. Kami hanya duduk-duduk ngobrol dan membersihkan diri di sungai. Lucunya semua aktivitas pendudukpun dilakukan di sungai yang sama, dari mulai membersihkan diri, mencuci baju, mencuci nasi, buang air, dan mengambil air untuk minum... hahahahaaa.. tapi mereka sehat2 aja tuh... 😃😃

Malamnya kamipun minta dipijat oleh ibu pemilik rumah, maka antrilah kami setiap orang 30 menit... Memang tidak ada patokan harganya, jadi kami beri Rp.25.000,-/orang, untuk pijatan yang lumayan tidak berasa itu... hihiii...

Kami ber-13 tidur bersama dalam 1 rumah,  beralaskan papan dan tikar tidak membuat badan kami pegal2, bahkan kami bisa tidur dengan sangat teramat nyenyak, kadang terbangun sesaat karena mendengar dengkuran teman... hehee... 
Oia, malam itu tidak terasa dingin seperti yang kami dengar sebelumnya. Entah karena semalam habis hujan atau memang suhu bumi sudah bertambah panas.. weww... 😞

Esoknya setelah sarapan, kami bersiap untuk kembali ke dunia luar.. Semua rombongan baik yang datang melalui Ciboleger maupun Cijahe, akan pulang melalui jalur Cangkuam. Jalur ini akan melewati ikon Suku Baduy, yaitu Jembatan Akar. 


Tanjakan...

Nanjak terusss...

Turunan yang licin...

Perjalanan pulang sungguh amat teramat melelahkan... sudah hampir putus asa rasanya... selain cuaca yang panas, jalurnya bener2 menguras tenaga... tanjakan... turunan... licin... hadeuhh... rasa2nya selama gw naik gunung dan trekking, baru kali ini ngerasain yang namanya putus asa.. asli capek banget & udah ga kepingin jalan lagi.. tapi kalo ga maksa jalan, ya ga bakalan pulang... hadeuhh... bagaimanaaa??... 😓😓


Baduy Luar: Gotong Royong membangun rumah
Perkampungan Baduy

Lumbung Padi; tempatnya agak jauh dari desa.. agar kalau terjadi kebakaran di desa, lumbung padi tetap aman.

Setelah sempat nyasar (karena kami ber-5 (Mas Yani, Noni, Desi, Mr.Q & gw) terpisah dari rombongan) akhirnya kami menemukan juga Jembatan Akar... ahhh... senangnyaa....😤😤


Ikon Baduy: Jembatan Akar

Di bawah Jembatan Akar

Beberapa orang yang ke jembatan akar, biasanya tak tahan melihat sungai di bawahnya dan langsung nyebur untuk sekedar mendinginkan suhu tubuhnya.. 😎


Perempuan Baduy sedang menumbuk padi

Perjalanan kembali dilanjutkan... kirain udah deket... ternyata... masih 2km lagi... tapi lucunya, setiap kali nanya ke orang Baduy di lokasi yang berbeda, jawabannya sama yaitu masih sekitar 2km lagi... heheee... ga sampe2 perasaan yaa... 😆😆


Pematang sawah... udah deket kampung nih pastinya...

Udah ada jasa ojek

Sekejap melepas lelah

Setelah keluar dari pematang sawah, sudah ada ojek menanti. Bagi yang sudah lelah, bisa naik ojek dengan harga Rp.15.000,- s/d Rp.20.000,- diantar sampai tempat titik kumpul terakhir. Demi menjaga gengsi, satupun dari kami ga ada yang mau naik ojek... hahaaa... 😰😰😝.. 

Kirain mah udah deket yaa... ternyata jalan masih panjang bro... Kami masih harus menanjak dan menurun untuk sampai pada titik kumpul terakhir... 

Perjalanan di tengah terik matahari

Akhirnya perjalan Cijahe-Cangkuam sepanjang 9.8km, dapat kami tempuh dalam waktu sekitar 4 jam.. yeayy... Praise The Lord... kami tiba dengan selamat semua..


Tugu Ciboleger

Pulangnya kami mampir sebentar untuk narsis depan tugu Ciboleger, wajib itu katanya... hehee...

Akhirnya... Bye-bye Baduy... suku yang unik dengan penduduk yang ramah.. semoga ketenangan dan kebersamaan kalian tetap terjaga. Amin.


No comments:

Post a Comment